Minggu, 27 Juni 2010

FIQH KONTEMPORER

MUDHARABAH DALAM WACANA FIQH
Oleh: Nur Fitriyana
(Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris UNSIQ Wonosobo)

Mungkin tidak asing lagi bagi kita tentang istilah mudharabah yang erat kaitannya dengan perbankan syariah. Telah banyak pula kita jumpai bank-bank syariah yang tersebar di Indonesia. Masyarakat pun banyak yang mengakui bahwa bank syariah berdiri atas dasar hukum islam yang terarah.
Pada dasarnya istilah mudharabah itu merupakan kontrak yang melibatkan antara dua kelompok, yaitu pemilik modal (shahibul maal) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan. Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi pekerjaan, waktu, dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak. Salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi antara pihak shahibul maal dan mudharib berdasarkan proporsi yang disetujui bersama. Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan oleh force majeure (kebakaran, tanah longsor, banjir, angin puting beliung dan bencana alam yang lain) yang menanggung kerugian adalah kedua belah pihak baik shahibul maal dan mudharib. Pihak shahibul maal menanggung kerugian karena dana modalnya hilang dan pihak mudharib menanggung rugi karena hasil kerjanya tak mendapatkan imbalan.
Sebenarnya Al-Quran tidak secara langsung menunjuk istilah mudha-rabah, melainkan melalui istilah kata-kata dari bahasa arab yang diungkapkan dari beberapa kata seperti Qirad dan lain-lain, inilah yang kemudian mengilhami konsep mudharabah, meskipun tidak disangkal bahwa mudharabah merupakan perjanjian jauh yang bertujuan bisnis. Nabi dan para sahabat juga pernah menjalankan usaha kerja sama berdasar prinsip ini.
Menurut Ibnu Taimiyah, landasan legal yang membicarakan tentang mudharabah berdasarkan beberapa laporan dari sahabat Nabi, tetapi hadist tersebut sanadnya tidak otentik sampai pada Nabi. Sedangkan, Ibnu Hazm mengatakan bahwa tiap-tiap bagian dari fiqh berdasarkan pada Al-Quran dan sunnah kecuali mudharabah, dimana kita tidak menemukan dasar apapun tentangnya. Sarakhsi yang merupakan ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa mudharabah diperbolehkan karena orang-orang membutuhkan kontrak ini. Adapun Ibnu Rushd yang merupakan ulama mazhab Maliki, menghormatinya sebagai sebuah kesepakatan pribadi.
Mudharabah tidak menunjuk langsung pada Al Quran dan Sunnah, tapi berdasarkan kebiasaan (tradisi) yang dipraktikan oleh kaum muslimin, dan bentuk kerja sama perdagangan model ini tampak berlangsung terus di sepanjang masa awal Islam sebagai instrumen utama yang mendukung para khalifah untuk mengembangkan jaringan perdagangan secara luas.
Mudharabah umumnya digunakan sebagai pendukung dalam memperluas jaringan kerjasama usaha. Karena dengan menerangkan prinsip mudharabah, dapat dilakukan transaksi kerjasama usaha dalam ruang lingkup yang luas (perdagangan antar daerah) maupun antar pedagang di daerah tersebut. Para pengikut mazhab Maliki dan Safi’i menegaskan bahwa mudharabah aslinya merupakan pendukung utama dalam memperluas jaringan usaha. Mereka menolak mudharabah yang diambil alih pengelolanya, misalnya, aktivitas perusahaan yang pengelolanya diserahkan kepada bagian agen. Dengan susunan organisasi demikian, pihak agen mempunyai tugas menangani segala macam yang berhubungan dengan kontrak ini. Dia bertanggung jawab dengan mengelola usaha ini, menyangkut semua kerugian dan keuntungan yang diperoleh untuk diberikan kepada shahibul maal dan mudharib yang berhak terhadap pembagian keuntungan yang adil sesuai dengan pekerjaanya.
Meskipun demikian, para pengikut mazhab Hanafi memandang mudharabah sebagai suatu bentuk koordinasi kerjasama usaha. Mereka membolehkan untuk mencampur modal investasi, berdasarkan ini shahibul maal dapat mempercayakan sejumlah uangnya kepada agen untuk dikelola dalam investasi mudharabah dengan melalui perhitungan dalam bentuk pinjaman (loan), simpanan (deposit), dan ibda’. Tujuan dari koordinasi demikian dimungkinkan untuk memperluas variasi dalam menentukan keuntungan dan resiko kerugian.(dengan beberapa editing oleh redaksi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar